Wednesday 18 September 2013

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KEPUTUSAN

Setiap hari kita membuat keputusan. Ada keputusan yang mudah dan cepat kita buat, tetapi terkadang perlu berpikir lama untuk menentukannya. Ada keputusan yang kita lakukan dengan sadar tetapi banyak juga keputusan yang seolah terjadi spontan dan refleks. Proses pengambilan keputusan kita lakukan di rumah, di kantor, atau di lingkungan lainnya. Ketika di pagi hari kita mau siap-siap berangkat ke kantor, kita harus mengambil keputusan mau sarapan pagi atau tidak. Mau berangkat ke kantor kita memutuskan naik apa? Bawa mobil sendiri atau naik kendaraan umum. Kalau naik kendaraan umum, kita mau naik apa? Taksi, kereta, bus, atau moda transportasi lain. Di kantorpun kita harus membuat keputusan. Bagaimana kalau penjualan mengalami tren penurunan, ongkos produksi naik, produktivitas pegawai menurun, penerimaan pajak di kantor ada kemungkinan tidak tercapai, dan sebagainya. Demikianlah masih banyak hal lain yang setiap saat harus kita putuskan. Tulisan ini menguraikan proses pengambilan keputusan. Diharapan kita dapat mengambil keputusan yang tepat baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan organisasi. Tulisan ini merupakan bagian penutup dari serangkaian tulisan sebelumnya yang mencoba membedah kompetensi in-depth problem solving and analysis. Oleh karena itu, kepada pembaca yang belum sempat membaca tulisan sebelumnya, silahkan untuk membaca tulisan tersebut agar lebih mudah merangkaikan dengan tulisan ini. Pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari dua bagian. Kedua bagian tersebut adalah Pengertian Pengambilan Keputusan dan Model Pengambilan Keputusan. Pengertian Pengambilan Keputusan Stoner, dkk (1995) menyatakan pembuatan keputusan – mengidentifikasi dan memilih serangkaian tindakan untuk menghadapi masalah tertentu atau mengambil keuntungan dari suatu kesempatan – adalah bagian penting dari pekerjaan setiap manajer. Robbin dan Coulter (2012) mengemukakan manajer pada setiap tingkatan dan di semua area organisasi membuat keputusan. Mereka membuat pilihan. Misalnya, manajer level atas membuat keputusan menyangkut tujuan organisasi, manajer level menengah dan bawah membuat keputusan mengenai jadwal produksi, masalah kualitas produk, dan lain-lain. Jones (2012) menjelaskan pengambilan keputusan organisasi adalah proses untuk merespon suatu masalah dengan cara mencari dan memilih suatu solusi atau tindakan yang akan menciptakan nilai bagi stakeholder organisasi. Kepner-Tregoe dalam Modul Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan (2008) menyatakan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memilih tindakan dari beberapa alternatif untuk mencapai tujuan/sasaran. Pengambilan keputusan dalam Kamus Kompetensi Departemen keuangan (2007) merupakan bagian dari kompetensi in-depth problem solving and analysis. Lebih lanjut dalam kamus kompetensi tersebut, kompetensi pemecahan dan analisis masalah dijelaskan sebagai berikut; Pemecahan dan Analisis Masalah Memecahkan masalah yang sulit melalui evaluasi yang seksama dan sistematis terhadap informasi, alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. Orang-orang yang kompeten, secara mendalam mampu menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah-masalah yang sulit. Mereka mempertimbangkan banyak sumber informasi, secara sistematis mengolah dan mengevaluasi informasi dengan membandingkan berbagai arah tindakan, dan secara hati-hati mendiskusikannya sebelum membuat keputusan akhir. Penjelasan dalam kamus kompetensi di atas menunjukkan beberapa poin penting dari kemampuan dalam pengambilan keputusan, yaitu kemampuan mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah; kemampuan mengembangkan alternatif pemecahan masalah; kemampuan mengambil keputusan atas alternatif yang ada; Untuk menjadi pengambil keputusan yang sukses, Gaspersz dan Fontana (2011) mengemukakan beberapa tips: Jangan takut masalah dan jangan menyatakan “kita tidak mempunyai masalah”. Masalah ada di mana-mana. Selalu gunakan data yang dikumpulkan melalui pengukuran yang akurat. Pelajari alat-alat manajemen untuk menyelesaikan masalah. Tingkatkan kemampuan teknikal melalui keahlian khusus, teknik, dan triks. Selalu ikuti langkah-langkah sistematik dalam solusi masalah. Jangan mau diperdaya oleh solusi menarik yang ditampilkan. Jangan pernah mencari “kambing hitam” atau menyalahkan sehingga masalah tidak terselesaikan. Jangan pernah menyalahkan situasi dan kondisi, tetapi kondisikan diri Anda pada situasi dan waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Chaudhry dalam Gaspersz dan Fontana (2011) menyatakan untuk menjadi seorang problem-solver yang berhasil, seseorang harus memiliki 10 karakter kualitas yaitu kreatif, berkarakter pemimpin, analitikal, terstruktur, sistematik, intuitif, kritis, informatif, synthesizer, dan berorientasi tim. Model Pengambilan Keputusan Terdapat beberapa model dalam pengambilan keputusan. Jones (2012) mengemukakan beberapa model pengambilan keputusan yaitu rational model, Carnegie model, incrementalist model, unstructured model, dan garbage can model. Masing-masing model diuraikan di bawah ini. Rational Model Stoner, dkk. (1995) menyatakan dalam model rasional pengambilan keputusan, manajer memberi bobot pilihan yang tersedia dan menghitung tingkat risiko optimal. Lebih lanjut, Stoner menjelaskan model ini berguna dalam membuat keputusan tidak terprogram. Manajer yang menggunakan pendekatan rasional, intelijen, dan sistematik lebih besar kemungkinannya untuk menghasilkan penyelesaian bermutu tinggi. Proses pengambilan keputusan dengan model rasional menurut Stoner, dkk. (1995) meliputi empat tahapan yaitu tahap pertama pengamatan situasi, tahap kedua kembangkan alternatif, tahap ketiga mengevaluasi alternatif dan memilih yang terbaik, dan tahap keempat implementasikan keputusan dan monitor hasil. Jones (2012) menyatakan langkah pengambilan keputusan model ini terdiri dari tiga langkah yaitu langkah pertama mengidentifikasi masalah yang perlu dipecahkan, langkah kedua merancang dan mengembangkan serangkaian alternatif solusi atau tindakan untuk memecahkan masalah, dan langkah ketiga membandingkan konsekuensi dari setiap alternatif, memutuskan solusi atau tindakan yang paling baik, dan mengimplementasikannya. Robins (2012) mengemukakan langkah pengambilan keputusan model ini meliputi identifikasi masalah, identifikasi kriteria keputusan, identifikasi bobot kriteria keputusan, mengembangkan alternatif, analisis alternatif, memilih alternatif, dan mengimplementasikan alternatif terpilih. Jones (2012) menyatakan model rasional dalam pengambilan keputusan menggunakan beberapa asumsi. Asumsi pertama, pengambil keputusan mempunyai semua informasi yang mereka butuhkan. Asumsi kedua, pembuat keputusan dapat mengambil keputusan paling baik. Asumsi ketiga, pengambil keputusan menyetujui apa yang akan dilakukan. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan model rasional ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penjelasan masing-masing tahapan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut. Tahap 1: Identifikasi Masalah Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah kita mengidentifikasi masalah. Dengan mengenali masalah yang dihadapi oleh organisasi kita dapat menganalisis lebih lanjut untuk memecahkannya. Proses merumuskan masalah sampai dengan mengidentifikasi masalah sudah penulis paparkan secara panjang lebar pada tulisan-tulisan sebelumnya. Oleh karena itu, tahap 1 ini penulis tidak mengupas lebih lanjut. Pembaca dapat membaca kembali tulisan-tulisan sebelumnya. Tahap 2: Identifikasi Kriteria Keputusan Pada tahap ini kita menentukan kriteria apa yang diperlukan untuk keputusan yang akan diambil. Kepner dan Tregoe menyebutnya sebagai persyaratan pemilihan dan membagi kriteria dalam dua bagian yaitu kriteria wajib (keharusan) dan kriteria keinginan. Kriteria keharusan mempunyai ciri mutlak, terukur, dan realistis. Kriteria keharusan bersifat wajib ada dan harus dipenuhi. Kriteria keinginan bersifat relatif artinya digunakan untuk memilih mana alternatif yang paling mendekati keinginan organisasi. Contoh: kriteria yang kita tetapkan untuk pengadaan kebutuhan mobil operasional kantor. Beberapa kriteria diantaranya kenyamanan dan keselamatan mobil, kapasitas penumpang, spesifikasi mesin, penggunaan bahan bakar, eksterior mobil, interior mobil, servis purnajual, harga dan sebagainya. Tahap 3: Alokasi Bobot Kriteria Langkah ketiga adalah kita menentukan bobot kriteria yang telah kita tentukan pada tahap 2. Bobot kriteria untuk kebutuhan mobil operasional misalnya: - Kenyamanan dan keselamatan : 10 - Spesifikasi mesin : 8 - Kapasitas penumpang : 7 - Penggunaan bahan bakar : 6 - Servis purnajual : 5 - Harga Mobil : 4 Tahap 4: Mengembangkan Alternatif Pada tahap ini kita mengembangkan alternatif solusi atau tindakan untuk memecahkan masalah yang ada. Kita dapat menggunakan teknik brainstorming untuk mengembangkan alternatif solusi sebanyak-banyaknya. Brainstorming merupakan teknik pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang di dalamnya individu atau anggota kelompok mencoba meningkatkan kreativitas dengan mengajukan alternatif secara spontan tanpa memperhatikan kenyataan atau tradisi (Stoner, 1995). Contoh alternatif solusi untuk kebutuhan mobil operasional, kita dapat memilih diantara berbagai merek mobil yang telah memenuhi spesifikasi yang telah kita tentukan. Misalnya Mobil Merek A, Merek B, Merek C, dan sebagainya. Demikian juga cara perolehan mobil operasional tersebut, kita dapat memperoleh mobil dengan cara membeli tunai, menyewa, atau leasing. Pada tahap pengembangan alternatif solusi atau tindakan ini, kita tidak perlu membatasi alternatif solusi yang diajukan oleh individu atau kelompok. Sebanyak-banyaknya alternatif solusi akan semakin menunjukkan kreativitas kita dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Untuk contoh kebutuhan mobil operasional kantor di atas, masing-masing merek mobil kita beri nilai untuk setiap kriteria. Penentuan nilai dalam contoh ini kita menggunakan nilai skala 1-10. Misalkan nilai masing-masing merk mobil tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 5: Analisis Alternatif Setelah kita mengembangkan alternatif solusi, langkah selanjutnya adalah menganalisis setiap alternatif yang ada untuk menentukan alternatif mana yang akan kita pilih. Pemilihan alternatif terbaik dilakukan dalam rangka memilih alternatif yang paling menguntungkan bagi organisasi. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan berbagai hal diantaranya pertama aspek manfaat atau keuntungan bagi organisasi. Alternatif yang memberikan manfaat paling besar tentunya mendapat skor tinggi untuk dipilih. Aspek kedua adalah efektivitas. Alternatif solusi dikatakan efektif apabila mampu menyelesaikan masalah dan memberikan nilai tambah bagi organisasi. Aspek ketiga adalah kemudahan pelaksanaan. Apakah mungkin alternatif solusi yang kita ajukan dapat dilaksanakan atau tidak. Aspek berikutnya adalah biaya. Alternatif solusi yang biayanya rendah mempunyai skor tinggi. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, kita akan dapat menentukan alternatif solusi mana yang terbaik bagi organisasi. Contoh lanjutan dari pembelian mobil di atas, analisis dalam menentukan merek mobil mana yang paling baik, kita lakukan dengan menghitung nilai bobot dari masing-masing merek. Penggunaan nilai bobot kita lakukan karena masing-masing kriteria mempunyai bobot yang berbeda. Apabila bobot dari masing-masing kriteria sama, kita tidak perlu menghitung nilai bobot. Kita cukup menjumlahkan nilai dari semua kriteria. Nilai bobot merupakan perkalian dari nilai dengan bobot kriteria. Berdasarkan contoh pada tahap sebelumnya, nilai bobot masing-masing merek mobil dapat kita hitung sebagai berikut: Tahap 6: Memilih Alternatif Setelah kita menganalisis semua alternatif solusi, langkah berikutnya adalah menentukan satu alternatif solusi. Contoh pemilihan mobil operasional kantor di atas, berdasarkan perhitungan nilai bobot pada tabel sebelumnya maka alternatif mobil terbaik bagi organisasi adalah Mobil merek A. Alasan pemilihan Mobil Merek A karena mempunyai nilai bobot paling tinggi yaitu 324. Selanjutnya, untuk perolehan Mobil Merek A tersebut terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan organisasi. Diantaranya organisasi dapat membeli secara tunai, membeli secara kredit, atau bahkan cukup dengan menyewa. Untuk menentukan cara mana yang paling menguntungkan bagi organisasi, kita dapat melakukan analisis lebih lanjut. Salah satu teknik analisis yang dapat kita gunakan adalah dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Masing-masing cara perolehan mobil operasional kita analisis manfaat maupun biayanya. Selanjutnya kita hitung rasio antara manfaat dan biaya tersebut. Jadi rumus rasionya adalah manfaat dibagi biaya. Cara perolehan yang terpilih adalah yang mempunyai rasio paling besar. Contoh analisis cara perolehan mobil operasional kantor di atas adalah pertama kita menghitung manfaat. Manfaat yang diperoleh untuk masing-masing cara perolehan adalah sama. Misalnya kita beri nilai skala manfaatnya 10. Kedua kita menghitung biaya. Biaya untuk masing-masing cara perolehan berbeda. Untuk pembelian tunai aspek biaya yang perlu dipertimbangkan adalah harga perolehan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan selama masa pemakaian mobil, biaya penyusutan mobil, dan lain-lain. Perolehan secara kredit biaya yang muncul adalah uang muka, cicilan ditambah bunga yang dibebankan selama masa cicilan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain-lain. Perolehan secara sewa, biayanya meliputi biaya sewa, biaya pemeliharan, dan lain-lain. Untuk lebih menyederhanakan kita dapat membuat nilai skala biaya ini misalnya 1 sampai dengan 10. Semakin tinggi biayanya nilai skalanya semakin besar. Misalnya setelah dihitung cara perolehan dengan pembelian tunai nilai skala biayanya 5, pembelian kredit 8, sewa 6. Berdasarkan data ini, kita dapat menghitung rasio biaya manfaatnya. Berdasarkan tabel di atas, maka cara perolehan mobil operasional kantor merek A adalah dengan cara pembelian tunai karena memiliki rasio biaya manfaat paling tinggi. Tahap 7: Implementasi Alternatif Tahap berikutnya setelah pemilihan alternatif solusi terbaik adalah mengimplementasikannya. Contoh perolehan mobil operasional di atas adalah kita melaksanakan perolehan mobil merek A dengan cara pembelian tunai. Tahap 8: Evaluasi Efektivitas Keputusan Tahap terakhir dalam proses pengambilan keputusan adalah mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil. Kita perlu mengevaluasi apakah alternatif solusi yang kita ambil telah mampu menyelesaikan masalah yang ada? Kalau ternyata masalah belum terselesaikan, kita harus evaluasi dan analisis kembali pada bagian mana terdapat kesalahan dalam analisis. Apabila dirasa perlu kita dapat mulai kembali dari awal proses pengambilan keputusan ini. Carnegie Model Model lain selain model rasional dalam pengambilan keputusan adalah model Carnegie. Model ini memperkenalkan asumsi yang lebih realistik dalam proses pengambilan keputusan. Beberapa asumsi pada model rasional dibuat lebih realistik. Diantaranya adalah satisficing, bounded rationality, dan organizational coalitions. Satisficing dilakukan untuk mengurangi biaya yang diperlukan dalam memperoleh informasi. Model ini menggunakan informasi yang terbatas dalam mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif solusi. Dengan keterbatasan informasi, pembuat keputusan memuaskan diri dengan informasi yang ada dan konsekuensinya alternatif solusi menjadi lebih terbatas. Model rasional mengasumsikan manajer mempunyai kapasitas intelektual untuk mengevaluasi semua alternatif solusi. Berbeda dengan model rasional, model ini mengasumsikan adanya bounded rationality. Dalam asumsi ini, manajer mempunyai kapasitas terbatas untuk memproses informasi. Model rasional mengesampingkan preferensi dan nilai yang diyakini pengambil keputusan. Sebaliknya model ini mengakui adanya preferensi dan nilai yang diyakini oleh pengambil keputusan. Model ini memandang organisasi sebagai koalisi dari berbagai kepentingan. Oleh karena itu, model ini menawarkan organizational coalitions. Solusi yang dipilih adalah hasil dari kompromi, tawar menawar, dan akomodasi antar koalisi. Perbedaan antara model rasional dan model carnegie dalam pengambilan keputusan dapat dilihat pada tabel berikut: Incrementalist Model Pada model ini, pengambil keputusan memilih alternatif tindakan yang sedikit atau secara inkremental berbeda dari sebelumnya, jadi mengurangi peluang membuat kesalahan. Manajer mengoreksi atau menghindari kesalahan melalui keberhasilan dari perubahan inkremental. Unstructured Model Model ini menggambarkan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada lingkungan dengan tingkat ketidakpastian tinggi. Model pengambilan keputusan ini dikembangkan oleh Henry Mintzberg dan rekan-rekan. Beberapa hal yang menjadi poin penting dari model ini adalah pertama, model ini mengakui adanya ketidakpastian di lingkungan organisasi. Kedua, pengambil keputusan akan memikirkan kembali alternatif solusi yang sudah diambil ketika mereka menghadapi hambatan atas alternatif tersebut. Ketiga, proses pengambilan keputusan bukanlah suatu proses linier dan berurutan. Keempat, model ini mencoba menjelaskan bagaimana organisasi membuat keputusan yang bersifat tidak terprogram. Garbage Can Model Model pengambilan keputusan ini memandang pengambilan keputusan sebagai proses tidak terstruktur atau bahkan ekstrim. Pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan dimulai dari sisi solusi bukan dari sisi masalah. Dengan kata lain, pengambil keputusan mungkin mengajukan solusi pada masalah yang tidak ada sekarang ini. Mereka menciptakan masalah yang dapat dipecahkan dengan solusi yang tersedia. Model ini berupaya menciptakan peluang pengambilan keputusan yang mereka dapat pecahkan sendiri didasarkan pada kompetensi dan skill yang dimiliki. Contoh: bagaimana mendapatkan konsumen baru, bagaimana menurunkan biaya produksi, bagaimana membuat inovasi produk, dan lain-lain. Ketika organisasi menghadapi masalah baru yang dibuat sendiri, mereka mencoba menemukan solusi berdasarkan identifikasi lingkungan atau operasional internal organisasi. Tim-tim yang dibentuk menjadi koalisi akan mengajukan solusi sendiri-sendiri. Koalisi yang berbeda kemungkinan akan menghasilkan alternatif berbeda. Pemilihan alternatif tergantung pada definisi orang atau kelompok terhadap situasi sekarang yang mereka yakini. Jadi proses pengambilan keputusan mencoba meleburkan masalah, solusi, dan tim/kelompok atau orang untuk tindakan organisasi. Penutup Pembahasan mengenai upaya untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan ini mengakhiri pembahasan penulis mengenai salah satu kompetensi yang ada dalam kamus kompetensi Departemen Keuangan yaitu in-depth problem solving and analisis. Penulis berharap mudah-mudahan pembahasan dalam serangkaian tulisan ini dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai suatu kompetensi yang bersifat ketrampilan, tentunya perlu terus diasah dengan latihan secara terus menerus. Oleh karena itu, penulis berharap para pembaca yang ingin meningkatkan kompetensi ini dapat terus berlatih. Penulis ucapkan selamat berlatih terus dan mudah-mudahan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di kantor maupun lingkungan lainnya sehingga mampu meningkatkan kinerja dan melahirkan prestasi. Selamat berlatih dan berprestasi. Daftar Rujukan .... 2007. Kamus Kompetensi. Departemen Keuangan Republik Indonesia. ---. 2008. Modul pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Gaspersz, Vincent dan Avanti Fontana. 2011. Integrated Management Problem Solving Panduan bagi Praktisi Bisnis dan Industri. Penerbit Vinchristo Publication, Bogor. Jones, Gareth R. 2012. Organizational Theory, Design, and Change. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert Jr.. 1995. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. Prentice Hall, Inc., A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey. Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2012. Management. Pearson Education Limited, Edinburgh Case, Harlow, Essex CM20 2JE, England. artikel ini dicopy dari bppk.depkeu.go.id

No comments:

Post a Comment