Thursday 16 May 2013

KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI SUATU PROSES

Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk.

Model proses kebijakan yang paling klasik dikembangkan oleh David Easton (1984). Easton melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini, Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, throughput dan output, seperti digambarkan sebagai berikut:

Gambar Proses Kebijakan Publik Easton
Proses Kebijakan Publik Easton

Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa proses formulasi kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan (input) yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh para akademis di bidang kebijakan publik, seperti: Anderson, Dunn, Patton dan Savicky, dan Effendy.

Sedangkan, James E. Anderson, David W. Brady, dan Charles Bullock III (1978) membagi proses kebijakan menjadi:
  1. Agenda kebijakan (policy agenda)
  2. Perumusan kebijakan (policy formulation)
  3. Penetapan kebijakan (policy adoption)
  4. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation)
  5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Model ini selanjutnya dibandingkan dengan model proses kebijakan yang dikembangkan oleh William N. Dunn sebagai berikut:

Gambar Proses Kebijakan Publik Dunn
Proses Kebijakan Publik Dunn
Patton dan Savicky membuat siklus proses kebijakan sebagai berikut:
  1. Mendefinisikan masalah (define the problem)
  2. Menentukan kriteria evaluasi (detrmine evaluation criteria)
  3. Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan alternatif (identify alternative policies)
  4. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif (evaluate alternative policies)
  5. Menyeleksi kebijakan-kebijakan pilihan (select preferred policy)
  6. Menerapkan kebijakan-kebijakan pilihan (implement the preferred policy)

Model proses kebijakan lainnya, dikenalkan oleh Thomas R. Dye yang dibagi menjadi:
  1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)
  2. Pengaturan agenda (agenda setting)
  3. Perumusan kebijakan (policy formulation)
  4. Pengesahan kebijakan (policy legitimation)
  5. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation)
  6. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Konsep proses kebijakan yang dikembangkan Gerald Meier, yang disebut policy formation juga bersifat linear, sebagaimana dapat disimak pada gambar berikut ini

Gambar Proses Kebijakan Meier
Proses Kebijakan Meier
Sementara itu, Merilee Grindle dan John Thomas (1991) menyepakati bahwa pada dasarnya proses kebijakan tidak sepenuhnya linear, melainkan bergerak seperti diagram pohon keputusan (decision tree model) sebagai berikut:

Gambar Proses Kebijakan Grindle dan Thomas
Proses Kebijakan Grindle dan Thomas
David Scott (2000) mengemukakan tiga model proses kebijakan, yaitu:
  1. Centralized
    1. Policy Made
    2. Policy Implemented
  2. Pluralisme
    1. Policy Made
    2. Policy Contest and Remade
    3. Policy Implemented
  3. Fragmen & Multidirected
    1. Policy Made
    2. Policy Contested and Remade
    3. Policy Remade During Its Implementation
    4. Policy Rewritten

Model yang dikembangkan oleh para para ilmuwan kebijakan publik di atas mempunyai satu kesamaan yaitu bahwa proses kebijakan berjalan dari formulasi menuju implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan. Pola kesamaan tersebut menjelaskan bahwa proses kebijakan adalah dari gagasan kebijakan, formalisasi dan legalisasi kebijakan, implementasi, baru kemudian menuju kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan sebagai hasil dari evaluasi kinerja kebijakan.

KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK



1.1 Arti Penting Studi Kebijakan Politik
Saat ini kebijakan publik merupakan salah satu cabang ilmu yang berkembang cukup pesat sejalan dengan kebutuhan masyarakat khususnya sektor public. Kebijakan public merupakan cabang studi yang bersifat multidisiplin dan membutuhkan kontribusi-kontribusi ilmu dalam kenyataan sehari-hari.
Kebijakan publik walaupun berakar dari ilmu politik, bukanlah menjadi monopli ilmu politik semata. Namun demikian ilmu kebijakan public ini sedang berkembang dengan pesat sesuai dengan tuntutan-tuntutan zaman.
Sejalan dengan perkembangan ini, setidak-tidaknya ada tiga dasar signifikansi studi kebijakan publik. Pertama, kenyataan tuntutan-tuntutan masyarakat yang semakin banyak dan beragam memerlukan suatu kajian berupa research and development sebelum kebijakan public ditetapkan.
Kedua, dibutuhkannya kemampuan yang mendalam bagi para pengambil kebijakan public (policy makers), analisis kebijakan publik (policy analysts) dan juga penasehat kebijakan public (policy advisers) mendorong arti penting studi dan pemahaman mengenai kebijakan public saat ini. Keterbatasan dan berbagai bentuk konstrain yang dihadapi pengambil keputusan (birokrat dan administrator public, misalnya. Seperti SDM dan juga keterbatasan waktu untuk mengkaji secara mendalam proposal kebijakan publik menghasilkan perlunya pemahaman kebijakan public dikuasai secara mendalam.
Yang terakhir, perkembangan global yang bermuara pada kempetisi dan implementasi model pasar yang berkembang pesat membutuhkan perlunya kebijakan public disusun secara strategic dalam rangka menghadapi berbagai persoalan yang melingkupi, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

1.2   Mispersepsi Tentang Ilmu Kebijakan Publik
Mispersepsi mendasar dan sangat menyesatkan tentang ilmu kebijakan adalah bahwa ilmu kebijakan public ini merupakan bagian dari satu cabang ilmu tertentu. Misalanya adalah klaim bahwa kebijakan public itu merupakan ilmunya program administrasi Negara, atau program ilmu politik atau program ilmu politik atau program ilmu pemerintahan atau program-program studi lainnya.
Oleh karenanya dalam studi kebijakan publik juga sangat memungkinkan munculnya spesifikasi-spesifikasi khusus yang bisa secara mendalam mempelajari bidang tertentu.
1.3  Terminologi Publik
Publik menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia (1) Masyarakat Umum, (2) rakyat. Kata ini diterjemahkan oleh beberapa kalangan berbeda-beda. Konsep Publik management ialah yang mengilhami berkembang pesatnya disiplin ilmu “public sector management”
1.4  Defenisi Kebijakan Publik
Menurut Howlett dan Ramsesh “paradigm of policy is a merging of political and organitational perspective which based on political and management approaches. Public policy is then a set of interrelated decisions taken by a political actor group of actor concerning the selection of goals”
1.5  Kebijakan Publik dan Ilmu Politik
Ilmu politik pada tataran yang paling umum dipahami sebagai ilmu yang mempelajari tentang Negara. Ilmu pemerintahan adalah bagian dari ilmu politik karena dinamika dan seluk beluk pemerintahan itulah yang menjadi focus ini.
1.6  Kebijakan Publik dan Ilmu Pemerintahan
Di Australia government studies telah lebih spesifik berkembang dengan menjelma pada kata-kata public sector management dimana ilmu ini merupakan sub bagian. Perkembangan global seperti inilah yang semestinya menurut reorientasi dan revisi misi dan visi jurusan Ilmu Pemerintahan di Indonesia yang lebih berkiblat kepada Ilmu Politik ketimbang Ilmu Manajemen pemerintahan dan kebijakan public.
1.7  Kebijakan Publik dan Administrasi Publik
Administrasi public merupakan kajian ilmu yang secara historis tidak bisa melepaskan diri dari ilmu politik. Administrasi publik, Ilmu Pemerintahan, dan Kajian Publik bersifat komplementer walaupun Ilmu administrasi public lebih memfokuskan diri pada bagaimana kebijakan umum diimplementasikan secara efektif dan efisien dalam kehidupan social politik. Ilmu Pemerintahan focus pada bagaimana kebijakan itu disusun, dan ilmu kebijakan public mengkaji secara integralistik bagaimana kebijakan itu dibuat, dilaksanakan, dievaluasi dan umpan balik yang timbul. Pembedaan ketiganya bersifat teoritik karena sebenarnya ketiga ilmu ini saling menyentuh pada bidang secara teoritik dikaji oleh ilmu tertentu.

1.8  Kebijakan Publik dan Studi Pembangunan
Pemerintah mempunyai tiga fungsi pokok yaitu pelayanan public, administrasi, dan pembangunan. Pada fungsi yang ketiga, kebijakan Pembangunan merupakan sesuatu yang jelas-jelas sangat diperlukan. Oleh karena korelasi kebijakan public dengan studi pembangunan itu sangatlah erat. Sebuah tujuan dan proses pembangunan dapat berjalan dengan baik kalau disusun dengan desain dalam kerangka siklus kebijakan public yang benar, komprehensif, dan mendalam.
1.9  Kebijakan Publik Dan Ilmu-Ilmu lainnya.
Korelasi Ilmu kebijakan public dengan ilmu-ilmu lainnyaseperti ilmu lingkungan, ilmu perkotaan (planologi), ilmu kesejahteraan social dan sebagainya sangatlah erat. Ilmu kebijakan public membutuhkan masukan-masukan ilmu tersebut dalam rangka menghasilkan kebijakan public yang rasional, akseptabel dan dapat dilaksanakan.

KONTEKS KEBIJAKAN PUBLIK
2.1 Aktor-aktor Yang terlibat dalam Kebijakan Publik
Secara umum sesungguhnya actor ini dapat dikategorikan dalam tiga domain utama, yaitu actor public, actor  privat, dan aktor masyarakat (civil society). Di Indonesia aktor ini dirinci sebagai berikut :
§         Aktor Publik meliputi aktor senior pada kementrian, cabinet, atau departemen-departemen ternetu dibawah kendali presiden.
§         Aktor Privat, beberapa kelompok seperti pressure and interest groups terlibat secara signifikan dalam agenda kebijakan public, konsultasi public, evaluasi dan juga umpan balik kebijakan public.
§         Aktor pada komunitas civil society meliputi banyak pihak baik bersifat asosiasional maupun tidak dimana banyak berkembang dikalangan masyarakat umum, mis : LSM.
2.2 Membangun Jejaring Kebijakan
            Bagi pihak pengambil kebijakan, tahapan setelah memahami aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah proses pembuatan kebijakan public maka tahapan krusial dan penting selanjutnya yang harus dipahami adalah membentuk jejaring kebijakan. Ada tiga alas an dasar kenapa jejaring kebijakan sangat penting dan perlu dipahami oleh pembuat kebijakan, Yakni :
1.      Adanya suatu kenyataan bahwa pihak  pengambil kebijakan saat ini bukanlah the only aktor yang menentukan sebuah kebijakan.
2.      Arti penting acktor-acktor lain yang memunculkan collective decision making menyebabkan jejaring yang semakin tinggi jika dimana dengan pembuatan keputusan yang didasari atas kepentingan dan kompromi bersama akan menyebabkan tingkat akseptabilitas public yang semakin  tinggi dan signifikan.
A.     Pendekatan Advokasi Enterprenerial
Pada pendekatan ini mempunyai basis pemikiran bahwa seseorang pembuat kebijakan public harus berusaha melakukan advokasi (upaya-upaya pendukungan) semaksimal mungkin agar proposal kebijakan public yang akan ditetapkan dapat diterima dan didukung secara  kuat.
B.        Pendekatan Pengembangan Kebijakan
Pendekatan ini mempunyai dasar pemikiran tentang arti penting mendesain, mengembangkan dan mengoprasionalkan proses pembuatan keputusan dalam ruang lingkup tanggung jawab dan kewenangan pengambil kebijakan public. Contoh praktis dari pendekatan ini telah banyak dilakukan dalam konteks kebijakan nasional dan daerah di Indonesia.              
C.        Pendekatan Negoisasi
Pendekatan ini memfokuskan diri pada pemikiran agar pengambil kebijakan public harus mampu berkomunikasi dan melakukan bargaining dengan aktor-aktor lain dalam proses pembuat keputusan.
Pada tataran praktis, kebijakan penyelesaian masalah lingkungan biasanya banyak menggunakan model ini. Kasus kali Tapak, Kasus pencemaran PT Kayu Lapis Indonesia (Semarang dan Kendal) merupakan salah satu contoh dari model ini.
Namun demikian ada kelemahan mendasar dari pendekatan negosiasi ini. Kelemahan tersebut adalah bahwa bisa saja negosiator-negosiator yang dikirim hanya berbuat untuk memenuhi kepentingan pribadinya daripada kepentingan-kepentingan public. Ini merupakan kenyataan yang sesungguhnya gampang diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilakukan secara konsisten.
D.        Pendekatan Deliberasi Publik
Pendekatan ini mendasarkan dan banyak dipangaruhi oleh teori-teori pembelajaran (social learning), Kepemimpinan (leadership) dan deliberasi public (public deliberasi). Berbeda dengan pendekatan pengembangan kebijakan public (yang berorientasi pada struktur tanggungjawab dan kewenangan), pendekatan deliberasi public ini meyakini dan menyarankan perlunya pelibatan public yang lebih luas yang tidak saja melibatkan struktur formal tetapi juga pihak-pihak diluar sktrukur formal tersebut.
E.         Pendekatan Komunikasi Strategis
Pendekatan ini mendasarkan diri pada pemikiran bahwa kemampuan persuasi, pemasaran dan komunikasi lainnya sangat penting dimiliki oleh para pembuat kebijakan. Model pemasaran kebijakan public (mungkin mirip dengan konsep sosialisasi program) ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas public kepada masyarakat banyak.
2.2 Kelembagaan Dalam Kebijakan
            Aspek kelembagaan akan banyak menentukan dalam setiap siklus kebijakan  yang dimulai dari perencanaan sampai umpan balik. Ada beberapa alasan mengapa aspek kelembagaan penting yaitu :
-         Lembagalah yang pada akhirnya akan menentukan apakah sebuah proposal kebijakan public akan terus dip rotes.
-         Karena kelembagaan bersifat kolektif dalam penentuan kebijakn public, pemahaman tentang aspek koordinasi, kolaborasi, dan kerjasama antar lembaga dalam porses kebijakan public menjadi sangat penting.
-         Lembaga menentukan inovasi-inovasi yang diperlukan untuk membuat atau menindaklanjuti persoalan-persoalan public.
2.3  Kebijakan Dalam Proses Politik
Sebagai bagian dari proses politik, tentunya kebijakan public akan berkaitan dengan isu-isu dan aktor-aktor politik. Isu-isu politik ini akan memasuki proses kebijakan politik melalui fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan. Artikulasi kepentingan adalah suatu proses merumuskan berbagai isu kebijakan yang berbeda yang kemudian disampaikan untuk menjadi agenda kebijakan.
2.4  Siklus Kebijakan
Siklus kebijakan sebenarnya tidak lebih sebagai suatu upaya untuk membuat proses dan ritme kebijakan dapat berjalan dengan baik. Siklus kebijakan dimulai dari identifikasi isu-isu, kemudian berporses melalaui analisis dan implementasi, terus kemudian evaluasi dari dampak-dampak kebijakan kemudian dilanjutkan dengan umpan balik kebijakan, dan seterusnya umpan balik ini kembali menjadi bagian dari identifikasi isu-isu tersebut.

sumber: irfanlanggo
 

MENGAPA KEBIJAKAN PUBLIK TAK MAMPU SELESAIKAN BANGSA?

“Demokrasi kita hingga sekarang baru mencapai demokrasi parlemen, demokrasi pale; demokrasi yang baru omong doang. Tahapan kita baru talking democracy, belum working democracy.” (Jacob Oetomo,Agustus 2008).

DALAM SEBUAH NEGARA yang memiliki pemerintahan demokratis, kebijakan publik menjadi persoalan yang krusial, mendesak, dan sekaligus strategis. Berbeda dengan sebuah pemerintahan yang bercorak otoriter atau diktatorial. Disitu kebijakan publik tidak penting terutama dari aspek sosial dan politik. Namun, dari aspek ekonomi, kebijakan publik tetap penting. Indonesia adalah negara demokratis, sehingga kedudukan kebijakan publik sangat penting dan dibutuhkan. Terutama dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan dan persoalan publik lainnya. Namun, saat ini, banyak masalah pembangunan yang tetap saja bermunculan dan biasanya adalah masalah lama yang telah mendapatkan respon dan penanganan pemerintah, dalam wujud kebijakan publik.

Pertanyaannya, mengapa berbagai kebijakan publik yang telah dirumuskan dan dilaksanakan selama ini masih belum menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang terbilang akut, seperti kemiskinan, korupsi, dan diskriminasi pelayanan.

Kita dapat mengacu kepada pernyataan DR Riant Nugroho (2009), bahwa pemerintahan yang cakap ditunjukkan melalui keberadaan pemerintahan yang mampu menjalankan dua tugas pokoknya, yaitu membangun kebijakan publik yang unggul (excellence public policy) dan melayani publik secara prima (first-rate public service).

“Regardless the ideology, political system, its reform and turbulence … Regardless the “democracy” or “discounted democracy” they have …. Regardless they are nations with abundant natural resources or scarcity …. What matter is ‘how excellence is their public policy!”.
Keunggulan dan kemajuan setiap negara-bangsa di dunia kontemporer dan di masa depan ditentukan oleh fakta apakah negara-bangsa tersebut mampu mengembangkan dan memiliki kebijakan publik yang unggul. Bagaimanakah kebijakan publik yang unggul itu.

Kebijakan publik yang unggul terdiri dari tiga kata kunci. Kebijakan, publik, dan unggul. Masing-masing memiliki pengertiannya yang berbeda-beda. Kebijakan berarti keputusan yang otoritatif, yang dibuat oleh mereka atau seseorang yang memagang otoritas, secara formal maupun informal (Riant, 2009). Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Publik berarti sekelompok orang yang terikat dengan suatu isu tertentu (Riant, 2009).
Pengertian lainnya, bagi Kamus Besar Bahasa Indonesia, publik adalah mengenai orang atau masyarakat, dimiliki masyarakat, serta berhubungan dengan, atau memengaruhi suatu bangsanegara, atau komunitas. Sedangkan unggul adalah yang terbaik daripada yang lain, lebih tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Menurut Wikipedia, unggul atau excellence adalah a talent or quality which is unusually good and so surpasses ordinary standards. It is also an aimed for standard of performance (sebuah bakat atau kualitas yang luarbiasa baik dan melampaui batasan standar pada umumnya).

Dari pengertian ketiga kata tersebut dapat kita bangun definisi kebijakan publik yang unggul, yakni: setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat penyelenggara negara atau yang memegang otoritas yang menjadi pedoman, standar kinerja, atau dasar perencanaan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan/atau cara bertindak, yang berkaitan dengan atau mempengaruhi hajat hidup orang banyak dalam kualitas yang melampaui standar umum yang berlaku. Kebijakan publik ini, bagi PATTIRO, merupakan strategi untuk merealisasikan tujuan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, PATTIRO menempatkan kebijakan publik sebagai bagian penting dan fokus gerakannya untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan situasi berbangsa dan bernegara.

Monday 6 May 2013

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Apa yang dimaksud dengan Evaluasi Kebijakan ?
Adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.
Beberapa Pengertian Evaluasi
         Menurut W. Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program.
         Evaluasi mencakup kesimpulan + klarifikasi + kritik + penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
         Analisis Kebijakan 
                        
Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda :
a. Untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya.
b.  Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 
  Jenis evaluasi kebijakan :
James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga jenis:
a. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Menyangkut prihal kepentingan (interest) dan ideologi dari kebijakan.
b. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu.
c. Evaluasi kebijakan sistematis. Melihat secara obyektif program–program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut dicapai. Menjawab kontribusi dampak dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Langkah Evaluasi Kebijakan
Edward A. Schuman mengemukakan 6 langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan Standarisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
 
Evaluasi dalam Analisis Kebijakan
Sifat Evaluasi
1.      Fokus Nilai
2.      Interdependensi Fakta-Nilai, Pemantauan : prasyarat
3.      Orientasi Masa Kini dan Masa lampau –Ex Post, beda dengan tuntutan advokatif
4.       Dualitas Nilai (tujuan-cara)
Fungsi Evaluasi?
 
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
  1. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.  Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya, perbaikan kesehatan) dan target tertentu.
  2. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.  Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.  Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju.  Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis dapat menguji alternatif.sumber nilai maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif).
  3. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.  Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang.  Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
Evaluasi dengan Rekomendasi?
Ex Post, retrospektif- Ex Ante, prospektif 
Pendekatan Evaluasi
  1. Evaluasi Semu
  2. Evaluasi Formal
  3. Evaluasi Keputusan teoritis
Evaluasi Semu
  1. Asumsi : Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya
  2. Contoh: Jumlah lulusan pelatihan, Jumlah unit pelayanan medis yang diberikan
  3. Teknik: sajian grafik, tampilan Tabel, angka indeks, Analisis seri waktu
Evaluasi Formal
  1. Asumsi : Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara remi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
  2. Contoh: Evaluasi program pendidikan
  3. Teknik : Pmetaan sasaran, pemetaan hambatan, klarifikasi nilai, kritik nilai, analisis crosstab
Evaluasi keputusan teoritis
  1. Asumsi : Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun ‘diam-diam’
  2. Cara untuk  mengatasi kekurangan evaluasi semu dan formal (Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja, Ambiuitas kinerja tujuan, Tujuan-tujuan yang saling bertentangan)
  3. Tujuan Utama : menghubungkan informasi mengenai hasil-hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari berbagaipelaku kebijakan
  4. Teknik: Brainstorming, analisis argumentasi, Analisi survai–pemakai
 
Evaluasi Kebijakan
  1. Para pelaku yang terlibat dalam tahap perumusan dan implementasi kebijakan, cenderung untuk memandang evaluasi dari sudut asumsi dan prosedur sehubungan dengan pencPapaian tujuan utama.
  2. POLICY MAKERS: cenderung memandang evaluasi dari segi kepentingan constituents, karena kekuasaan mereka tergantung pada dukungan rakyat yang diwakili mereka. Cara evaluasi kebijakan adalah melalui survei terhadap kepuasan rakyat.
  3. POLICY IMPLEMENTERS: cenderung memandang evaluasi dari segi keberhasilan mengelola program. Karena itu ada kecenderungan untuk menguasai dan mempengaruhi informasi yang diberikan pada  policy decision makers. Caranya:
    1. Memilih data dan informasi yang mendukung kinerja
    2. Memobilisasi dukungan terhadap kebijakan
Evaluasi Teknis
  1. Evaluasi oleh pihak ketiga; yaitu oleh evaluator professional, lebih menekankan pada cara evaluasi yang secara metodologis  dapat dipertanggung jawabkan (scientifically valid findings)
  2. Policy Makers atau implementer akan menerima hasil evaluasi oleh profesional sebagai evaluator teknis, apabila dipenuhi persyaratan tertentu:
    1. Tujuan yang diinginkan oleh policy makers telah dipahami dengan benar oleh evaluator teknis;
    2. Pencapaian tujuan diukur dengan obyektif
    3. Laporan evaluasi menjelaskan hubungan antara tujuan dengan hasil program
  3. Sebaliknya, evaluator teknis hanya bisa melaksanakan tugasnya, apabila:
    1. Tujuan kebijakan jelas
    2. Tujuan dapat diukur
    3. Implementasi diarahkan untuk mencapai tujuan
    4. Tersedia cukup data yang diperlukan
  1. Meskipun evaluasi teknis bersifat obyektif, hasil evaluasi mempunyai konsekuensi terhadap policy makers maupun policy implementers.
HAKIKAT EVALUASI PUBLIK
Kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai “evaluasi kebijakan”.  Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dengan “kenyataan”.
Tujuan pokok dari evaluasi bukanlah untuk menyalah-nyalahkan melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi evaluasi kebijakan bertujuan mencari kekurangan dan menutup kekurangan.
 
Tiga lingkup makna evaluasi kebijakan publik
  1. evaluasi perumusan kebijakan.
  2. evaluasi implementasi kebijakan.
  3. evaluasi lingkungan kebijakan.
  Empat fungsi evaluasi kebijakan publik
  1. Fungsi Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengindentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
  2. Fungsi Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
  3. Fungsi Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.
  4. Fungsi Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.
Evaluasi Formulasi Kebijakan Publik
Secara umum, evaluasi formulasi kebijakan publik berkenaan dengan apakah formulasi kebijakan publik telah dilaksanakan:
  1. Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan, karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik berlainan.
  2. Mengarah kepada permasalahan inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar mengarah kepada inti permasalahannya.
  3. Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun juga dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan;
  4. Mendayagunakan sumber daya ada secara optimal, baik dalam bentuk sumber daya waktu, dana, manusia, dan kondisi lingkungan strategis.
11 model evaluasi formulasi kebijakan publik
  1. model kelembagaan
  2. model proses
  3. model kelompok
  4. model elit
  5. model  rasional
  6. model inkremental
  7. model teori permainan
  8. model pilihan publik, dan
  9. model sistem
  10. model demokratis
  11. model perumusan strategis
Evaluasi Implementasi Kebijakan Publik
Menurut  Prof. Sofyan Effendi, tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu :
  1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu.
  2. Faktor-faktor apa saja menyebabkan variasi itu? jawabannya berkenaan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome dari implementasi kebijakan.
  3. OutPut/ keluarannya sepertia apa? Jawabannya sangat tergantung
Evaluasi implementasi kebijakan dibagi tiga menurut timing evaluasi :
  1. Evaluasi sebelum pelaksanaan yang disebut  William Dunn (1999) sebagai evaluasi summatif.
  2. Evaluasi pada waktu pelaksanaan biasanya disebut evaluasi proses.
  3. Evaluasi setelah kebijakan yang juga disebut sebagai evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan/atau evaluasi impak/pengaruh (output) kebijakan.
Tiga Pendekatan dalam Evaluasi Kebijakan Publik
1.      Pendekatan Evaluasi Semu
A. Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif Untuk menghasilkan Informasi valid Tentang hasil kebijakan
 B. Asumsi:
Ukuran manfaat atau terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial
C.  Bentuk-Bentuk Utama:
 Eksperimentasi sosial Akuntansi sistem Sosial Pemeriksaan sosial Sintesis riset dan praktek
D. Teknik:
Sajian grafik Tampilan tabel Angka indeks Analisis seri waktu terinterupsi Analisis seri terkontrol Analisis diskontinyu regresi
2.      Pendekatan Evaluasi Formal
A. Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan.
B. Asumsi:
Tujuan dan Sasaran dari pengambilan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dan manfaat atau nilai.
C. Bentuk-bentuk Utama:
Evaluasi perkembangan Evaluasi Eksperimental Evaluasi proses Retrospektif (expost) evaluasi hasil retrospektif.
D. Teknik:
Pemetaan sasaran klarifikasi nilai kritik nilai pemetaan hambatan Analisis dampak saling Disecounting
3.      Pendekatan Evaluasi Keputusan Teoritis
A.    Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan.
B.     Asumsi:
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.
C.     Bentuk-bentuk Utama:
Penilaian tentang Dapat tidaknya Dievaluasi Analisis uitilitas multi-atribut.
D.    Teknik:
Brainstorming Analisis argumentasi delphi kebijakan Analisis Survei Pemakai.
James P. Lester dan Joseph Steward Jr. (2000), mengelompokkan evaluasi implementasi kebijakan:
  1. evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasi,
  2. evaluasi impak atau evaluasi berkenaan dengan hasil dan/atau pengaruh dari implementasi kebijakan,
  3. evaluasi kerjakan yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki, dan
  4. evaluasi metaevaluasi yang berkenaan dengan untuk menemukan kesamaan-kesamaan tertentu.
Ernest R. House (1980) membuat taksonomi evaluasi yang cukup berbeda, yang membagi model evaluasi menjadi :
  1. model sistem, dengan indikator utama adalah efisiensi.
  2. model perilaku, dengan indikator utama adalah reduktivitas dan akuntabilitas.
  3. model formulasi keputusan, dengan indikator utama adalah keefektifan dan keterjagaan kualitas.
  4. model tujuan bebas (goal free), dengan indikator utama adalah pilihan pengguna dan manfaat sosial.
  5. model kekritisan seni (art criticism), dengan indikator utama adalah standar yang semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat.
  6. model review profesional, dengan indikator utama adalah penerimaan profesional.
  7. model kuasi-legal (quasi-legal), dengan indikator utama adalah resolusi, dan
  8. model studi kasus, dengan indikator utama adalah pemahaman atas diversitas.
Ada pula pemilahan evaluasi sesuai dengan teknik evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan
  1. evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi kebijakan (proses dari hasilnya) dengan implementasi kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat yang sama atau berlainan.
  2. evaluasi historilal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan tersebut.
  3. evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi namun menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam sejenis laboratorium.
  4. evaluasi ad hock, yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak dalam waktu segera dengan tujuan untuk mendapatkan gambar pada saat itu (snap shot).
James Andeson membagi evaluasi (implementasi) kebijakan publik menjadi tiga Tipe
  1. Pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional.
  2. Kedua, evaluasi yang memfokuskan kepada bekerjanya kebijakan.
  3. Ketiga, evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara obyektif program-program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan sejauh mana tujuan-tujuan yang ada telah dinyatakan telah dicapai (dikutip Winarno, 2002, 168).
Edward A. Suchman (dikutip Winarno, 2002, 169) di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :
  1. mengidetifikasi tujuan program yang akan dievaluasi,
  2. analisis terhadap masalah,
  3. deskripsi dan standardisasi kegiatan,
  4. pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi,
  5. menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain,
  6. beberapa indikator untuk menentuan keberadaan suatu dampak.
Dari berbagai-bagai ragam dan teknik evaluasi implementasi tersebut, pertanyaannya adalah mana yang hendak digunakan? Jawabannya juga tidak berbeda,  tergantung kebutuhan evaluator. Keseluruhan model tersebut di atas mencerminkan ragam dari kebutuhan evaluator, baik yang digerakkan dari perbedaan kepentingan, perbedaan latar belakang, perbedaan tujuan, perbedaan keberadaan (pemerintah atau target), perbedaan waktu, dan lain-lain.
evaluasi kebijakan yang baik harus mempunyai beberapa syarat pokok:
  1. tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan.
  2. yang bersangkutan harus mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan target kebijakan.
  3. Prosedur evaluasi harus dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi.
Petunjuk praktis evaluasi implementasi kebijakan publik
    
                                                                                                                                         
Keterangan Gambar
  1. evaluator harus menyesuaikan alat ukurnya dengan model atau metode implementasi kebijakan. Pada dasarnya, setiap metode implementasi kebijakan di dalam dirinya telah menyediakan alat ukur bagi keberhasilan/kinerja implementasi kebijakan.
  2. evaluator harus menyesuaikan evaluasinya dengan tujuan dari evaluator yang dibebankan kepadanya.
  3. Evaluator harus menyesuaikan diri evaluasinya dengan kompetensi keilmuan dan metodologis yang dimilikinya.
  4. Seorang evaluator dengan kompetensi ekonomi diharapkan tidak melakukan evaluasi politik.
  5. evaluator harus  menyesuaikan diri dengan sumber daya yang dimiliki, mulai sumber daya waktu, manusia, alat atau teknologi, dana, sistem, manajemen, bahkan sumber daya kepemimpinan yang ada.
  6. evaluator harus menyesuaikan diri dengan lingkungan evaluasi, agar ia bisa diterima dengan baik di lingkungan yang akan dievaluasinya.
Evaluasi Lingkungan Kebijakan Publik
Jenis evaluasi ini mendapat sedikit sekali perhatian, baik dari praktisi maupun akademisi evaluasi kebijakan publik. Kenyataan ini harus diakui karena sesungguhnya, sekuat apa pun pengaruh lingkungan, ia merupakan faktor yang berada di luar kendali dari kebijakan publik. Karena itu, acapkali lingkungan “dikeluarkan” dari  evaluasi kebijakan publik.
Namun Demikian Perkembangan terkini membuktikan bahwa keberhasilan dan kegagalan kebijakan tidak lagi ditentukan oleh keandalan kebijakan dan implementasinya, namun dukungan lingkungan. Konteks “lingkungan” dikedepankan karena perubahan yang terjadi hari ini dan dimasa depan adalah perubahan dalam volume yang besar dan cepat. Kenyataan ini begitu mencemaskan karena tidak banyak melihat sebuah kebijakan ketika selesai dibuat, mendadak sudah menjadi usang karena perubahan.
 

Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda :
a. Untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya.
b.  Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 
Tipe evaluasi kebijakan :
James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe:
a. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Menyangkut prihal kepentingan (interest) dan ideologi dari kebijakan.
b. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu.
c. Evaluasi kebijakan sistematis. Melihat secara obyektif program–program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut dicapai. Menjawab kontribusi dampak dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Langkah Evaluasi
Edward A. Schuman mengemukakan 6 langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan Standarisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
 
Evaluasi dalam Analisis Kebijakan
Sifat Evaluasi
1.      Fokus Nilai
2.      Interdependensi Fakta-Nilai, Pemantauan : prasyarat
3.      Orientasi Masa Kini dan Masa lampau –Ex Post, beda dengan tuntutan advokatif
4.       Dualitas Nilai (tujuan-cara)
Fungsi Evaluasi?
 
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
  1. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.  Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya, perbaikan kesehatan) dan target tertentu.
  2. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.  Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.  Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju.  Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis dapat menguji alternatif.sumber nilai maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif).
  3. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.  Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang.  Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
Evaluasi dengan Rekomendasi?
Ex Post, retrospektif- Ex Ante, prospektif 
Pendekatan Evaluasi
  1. Evaluasi Semu
  2. Evaluasi Formal
  3. Evaluasi Keputusan teoritis
Evaluasi Semu
  1. Asumsi : Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya
  2. Contoh: Jumlah lulusan pelatihan, Jumlah unit pelayanan medis yang diberikan
  3. Teknik: sajian grafik, tampilan Tabel, angka indeks, Analisis seri waktu
Evaluasi Formal
  1. Asumsi : Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara remi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
  2. Contoh: Evaluasi program pendidikan
  3. Teknik : Pmetaan sasaran, pemetaan hambatan, klarifikasi nilai, kritik nilai, analisis crosstab
Evaluasi keputusan teoritis
  1. Asumsi : Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun ‘diam-diam’
  2. Cara untuk  mengatasi kekurangan evaluasi semu dan formal (Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja, Ambiuitas kinerja tujuan, Tujuan-tujuan yang saling bertentangan)
  3. Tujuan Utama : menghubungkan informasi mengenai hasil-hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari berbagaipelaku kebijakan
  4. Teknik: Brainstorming, analisis argumentasi, Analisi survai–pemakai
 
Evaluasi Kebijakan
  1. Para pelaku yang terlibat dalam tahap perumusan dan implementasi kebijakan, cenderung untuk memandang evaluasi dari sudut asumsi dan prosedur sehubungan dengan pencPapaian tujuan utama.
  2. POLICY MAKERS: cenderung memandang evaluasi dari segi kepentingan constituents, karena kekuasaan mereka tergantung pada dukungan rakyat yang diwakili mereka. Cara evaluasi kebijakan adalah melalui survei terhadap kepuasan rakyat.
  3. POLICY IMPLEMENTERS: cenderung memandang evaluasi dari segi keberhasilan mengelola program. Karena itu ada kecenderungan untuk menguasai dan mempengaruhi informasi yang diberikan pada  policy decision makers. Caranya:
    1. Memilih data dan informasi yang mendukung kinerja
    2. Memobilisasi dukungan terhadap kebijakan
Evaluasi Teknis
  1. Evaluasi oleh pihak ketiga; yaitu oleh evaluator professional, lebih menekankan pada cara evaluasi yang secara metodologis  dapat dipertanggung jawabkan (scientifically valid findings)
  2. Policy Makers atau implementer akan menerima hasil evaluasi oleh profesional sebagai evaluator teknis, apabila dipenuhi persyaratan tertentu:
    1. Tujuan yang diinginkan oleh policy makers telah dipahami dengan benar oleh evaluator teknis;
    2. Pencapaian tujuan diukur dengan obyektif
    3. Laporan evaluasi menjelaskan hubungan antara tujuan dengan hasil program
  3. Sebaliknya, evaluator teknis hanya bisa melaksanakan tugasnya, apabila:
    1. Tujuan kebijakan jelas
    2. Tujuan dapat diukur
    3. Implementasi diarahkan untuk mencapai tujuan
    4. Tersedia cukup data yang diperlukan
  1. Meskipun evaluasi teknis bersifat obyektif, hasil evaluasi mempunyai konsekuensi terhadap policy makers maupun policy implementers.
HAKIKAT EVALUASI
Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai “evaluasi kebijakan”.  Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dengan “kenyataan”.
Tujuan pokok dari evaluasi bukanlah untuk menyalah-nyalahkan melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi evaluasi kebijakan bertujuan mencari kekurangan dan menutup kekurangan.
 
Tiga lingkup makna evaluasi kebijakan publik
  1. evaluasi perumusan kebijakan.
  2. evaluasi implementasi kebijakan.
  3. evaluasi lingkungan kebijakan.
4 fungsi evaluasi kebijakan publik
  1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengindentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
  2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
  3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.
  4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan tersebut.
Evaluasi Formulasi Kebijakan Publik
Secara umum, evaluasi formulasi kebijakan publik berkenaan dengan apakah formulasi kebijakan publik telah dilaksanakan:
  1. Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan, karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik berlainan.
  2. Mengarah kepada permasalahan inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar mengarah kepada inti permasalahannya.
  3. Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun juga dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan;
  4. Mendayagunakan sumber daya ada secara optimal, baik dalam bentuk sumber daya waktu, dana, manusia, dan kondisi lingkungan strategis.
11 model evaluasi formulasi kebijakan publik
  1. model kelembagaan
  2. model proses
  3. model kelompok
  4. model elit
  5. model  rasional
  6. model inkremental
  7. model teori permainan
  8. model pilihan publik, dan
  9. model sistem
  10. model demokratis
  11. model perumusan strategis
Evaluasi Implementasi Kebijakan Publik
Mengikuti Prof. Sofyan Effendi, tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu :
  1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu.
  2. Faktor-faktor apa saja menyebabkan variasi itu? jawabannya berkenaan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome dari implementasi kebijakan.
  3. OutPut/ keluarannya sepertia apa? Jawabannya sangat tergantung
Evaluasi implementasi kebijakan dibagi tiga menurut timing evaluasi :
  1. Evaluasi sebelum pelaksanaan yang disebut  William Dunn (1999) sebagai evaluasi summatif.
  2. Evaluasi pada waktu pelaksanaan biasanya disebut evaluasi proses.
  3. Evaluasi setelah kebijakan yang juga disebut sebagai evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan/atau evaluasi impak/pengaruh (output) kebijakan.
Tiga Pendekatan dalam Evaluasi Kebijakan Publik
1.      Pendekatan Evaluasi Semu
A. Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif Untuk menghasilkan Informasi valid Tentang hasil kebijakan
 B. Asumsi:
Ukuran manfaat atau terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial
C.  Bentuk-Bentuk Utama:
 Eksperimentasi sosial Akuntansi sistem Sosial Pemeriksaan sosial Sintesis riset dan praktek
D. Teknik:
Sajian grafik Tampilan tabel Angka indeks Analisis seri waktu terinterupsi Analisis seri terkontrol Analisis diskontinyu regresi
2.      Pendekatan Evaluasi Formal
A. Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan.
B. Asumsi:
Tujuan dan Sasaran dari pengambilan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dan manfaat atau nilai.
C. Bentuk-bentuk Utama:
Evaluasi perkembangan Evaluasi Eksperimental Evaluasi proses Retrospektif (expost) evaluasi hasil retrospektif.
D. Teknik:
Pemetaan sasaran klarifikasi nilai kritik nilai pemetaan hambatan Analisis dampak saling Disecounting
3.      Pendekatan Evaluasi Keputusan Teoritis
A.    Tujuan:
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan.
B.     Asumsi:
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.
C.     Bentuk-bentuk Utama:
Penilaian tentang Dapat tidaknya Dievaluasi Analisis uitilitas multi-atribut.
D.    Teknik:
Brainstorming Analisis argumentasi delphi kebijakan Analisis Survei Pemakai.
James P. Lester dan Joseph Steward Jr. (2000), mengelompokkan evaluasi implementasi kebijakan:
  1. evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasi,
  2. evaluasi impak atau evaluasi berkenaan dengan hasil dan/atau pengaruh dari implementasi kebijakan,
  3. evaluasi kerjakan yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki, dan
  4. evaluasi metaevaluasi yang berkenaan dengan untuk menemukan kesamaan-kesamaan tertentu.
Ernest R. House (1980) membuat taksonomi evaluasi yang cukup berbeda, yang membagi model evaluasi menjadi :
  1. model sistem, dengan indikator utama adalah efisiensi.
  2. model perilaku, dengan indikator utama adalah reduktivitas dan akuntabilitas.
  3. model formulasi keputusan, dengan indikator utama adalah keefektifan dan keterjagaan kualitas.
  4. model tujuan bebas (goal free), dengan indikator utama adalah pilihan pengguna dan manfaat sosial.
  5. model kekritisan seni (art criticism), dengan indikator utama adalah standar yang semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat.
  6. model review profesional, dengan indikator utama adalah penerimaan profesional.
  7. model kuasi-legal (quasi-legal), dengan indikator utama adalah resolusi, dan
  8. model studi kasus, dengan indikator utama adalah pemahaman atas diversitas.
Ada pula pemilahan evaluasi sesuai dengan teknik evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan
  1. evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi kebijakan (proses dari hasilnya) dengan implementasi kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat yang sama atau berlainan.
  2. evaluasi historilal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan-kebijakan tersebut.
  3. evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi namun menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam sejenis laboratorium.
  4. evaluasi ad hock, yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak dalam waktu segera dengan tujuan untuk mendapatkan gambar pada saat itu (snap shot).
James Andeson membagi evaluasi (implementasi) kebijakan publik menjadi tiga Tipe
  1. Pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan fungsional.
  2. Kedua, evaluasi yang memfokuskan kepada bekerjanya kebijakan.
  3. Ketiga, evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara obyektif program-program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan sejauh mana tujuan-tujuan yang ada telah dinyatakan telah dicapai (dikutip Winarno, 2002, 168).
Edward A. Suchman (dikutip Winarno, 2002, 169) di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu :
  1. mengidetifikasi tujuan program yang akan dievaluasi,
  2. analisis terhadap masalah,
  3. deskripsi dan standardisasi kegiatan,
  4. pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi,
  5. menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain,
  6. beberapa indikator untuk menentuan keberadaan suatu dampak.
Dari berbagai-bagai ragam dan teknik evaluasi implementasi tersebut, pertanyaannya adalah mana yang hendak digunakan? Jawabannya juga tidak berbeda,  tergantung kebutuhan evaluator. Keseluruhan model tersebut di atas mencerminkan ragam dari kebutuhan evaluator, baik yang digerakkan dari perbedaan kepentingan, perbedaan latar belakang, perbedaan tujuan, perbedaan keberadaan (pemerintah atau target), perbedaan waktu, dan lain-lain.
evaluasi kebijakan yang baik harus mempunyai beberapa syarat pokok:
  1. tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan.
  2. yang bersangkutan harus mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan target kebijakan.
  3. Prosedur evaluasi harus dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi.
Petunjuk praktis evaluasi implementasi kebijakan publik
                                                                                                                                         
Keterangan Gambar
  1. evaluator harus menyesuaikan alat ukurnya dengan model atau metode implementasi kebijakan. Pada dasarnya, setiap metode implementasi kebijakan di dalam dirinya telah menyediakan alat ukur bagi keberhasilan/kinerja implementasi kebijakan.
  2. evaluator harus menyesuaikan evaluasinya dengan tujuan dari evaluator yang dibebankan kepadanya.
  3. Evaluator harus menyesuaikan diri evaluasinya dengan kompetensi keilmuan dan metodologis yang dimilikinya.
  4. Seorang evaluator dengan kompetensi ekonomi diharapkan tidak melakukan evaluasi politik.
  5. evaluator harus  menyesuaikan diri dengan sumber daya yang dimiliki, mulai sumber daya waktu, manusia, alat atau teknologi, dana, sistem, manajemen, bahkan sumber daya kepemimpinan yang ada.
  6. evaluator harus menyesuaikan diri dengan lingkungan evaluasi, agar ia bisa diterima dengan baik di lingkungan yang akan dievaluasinya.
Evaluasi Lingkungan Kebijakan Publik
Jenis evaluasi ini mendapat sedikit sekali perhatian, baik dari praktisi maupun akademisi evaluasi kebijakan publik. Kenyataan ini harus diakui karena sesungguhnya, sekuat apa pun pengaruh lingkungan, ia merupakan faktor yang berada di luar kendali dari kebijakan publik. Karena itu, acapkali lingkungan “dikeluarkan” dari  evaluasi kebijakan publik.
Namun Demikian Perkembangan terkini membuktikan bahwa keberhasilan dan kegagalan kebijakan tidak lagi ditentukan oleh keandalan kebijakan dan implementasinya, namun dukungan lingkungan. Konteks “lingkungan” dikedepankan karena perubahan yang terjadi hari ini dan dimasa depan adalah perubahan dalam volume yang besar dan cepat. Kenyataan ini begitu mencemaskan karena tidak banyak melihat sebuah kebijakan ketika selesai dibuat, mendadak sudah menjadi usang karena perubahan.
 
Bacaan Terkait :
Applied Science ( Evaluasi Kebijakan Publik ) 
Studi Implementasi Kebijakan Publik
Public Policy 
Kebijakan Publik Menurut Para Ahli